Teori Agenda Setting
Pada bulan Juni 1972, lima pria tidak dikenal dengan motif yang belum jelas menyusup ke dalam kantor pusat Partai Demokrat (Democratic National Committee) dan mengambil beberapa dokumen milik partai. Peristiwa di Amerika Serikat (AS) itu kemudian muncul sebagai berita kecil seukuran dua paragraf di surat kabar Washington Post. Pada waktu itu tidak ada orang yang peduli dengan berita kecil tersebut karena menganggapnya sebagai peristiwa pencurian biasa saja. Namun redaktur berita Ben Bradlee dan reporter Bob Woodward serta Carl Bernstein memberikan perhatian khusus kepada peristiwa tersebut.
Presiden Richard Nixon ketika itu yang diminta komentarnya menyatakan
berita itu sebagai peristiwa pencurian biasa yang dilakukan maling kelas teri
dan karenanya tidak penting. Namun beberapa bulan setelah berita itu muncul
untuk pertama kali, banyak orang mulai menyadari bahwa peristiwa itu bukanlah
berita. Pada bulan April 1973, jumlah orang yang tertarik mengikuti peristiwa
itu mencapai 90 persen, dan ketika stasiun televisi melakukan siaran langsung
dari gedung Senat yang tengah menggelar rapat dengar pendapat (hearings) untuk menyelidiki peristiwa
tersebut, dapat dikatakan setiap orang dewasa di Amerika mengetahui peristiwa
yang terkenal dengan sebutan skandal Watergate
itu.
Enam
bulan kemudian, Presiden Nixon masih mencoba membantah bahwa dirinya terlibat.
"Saya bukan seorang bajingan," katanya. Namun pada musim semi 1974,
untuk pertama kalinya dalam sejarah, presiden Amerika Serikat dipaksa mundur
dari jabatannya karena masyarakat dan para politisi ketika itu sudah mengambil
keputusan bahwa ia (Nixon) memang bajingan. Peristiwa kecil yang awalnya
diangap tidak penting itu kemudian berubah menjadi salah satu skandal terbesar
dalam sejarah politik Amerika. Maxwell McCombs dan
Donald Shaw adalah yang pertama kali mengemukakan istilah 'agenda setting'
(1972) dan mereka menyebut skandal Watergate sebagaimana yang diceritakan pada pembukaan tulisan ini merupakan contoh
sempurna fungsi agenda-setting media massa.
Bryant dan Thompson (2002) mengemukakan contoh lain fungsi agenda-setting
media massa dengan memberikan ilustrasi imajiner tentang satu kota yang tengah
melaksanakan pemilihan walikota. Namun media lokal ternyata tidak memiliki isu
penting yang dapat dijadikan bahan perdebatan untuk menilai kualitas para
kandidat. Media hanya membahas hal-hal sepele seputar kepribadian para calon.
Salah satu televisi lokal kemudian mencoba mengangkat topik mengenai kemacetan
lalulintas di dekat stasiun TV tersebut yang disebabkan terbengkalainya proses
perbaikan jalan. Pemilik stasiun TV meminta bagian pemberitaan untuk meliput
kemacetan tersebut dan meminta tanggapan dari dua orang calon walikota yang
tengah berkampanye. Ketika berita tersebut ditayangkan, beberapa stasiun TV dan
media lainnya ikut mengangkat topik tersebut. Berita mengenai jalan rusak itu
kemudian menjadi salah satu topik dalam kampanye pemilihan walikota.
Masing-masing calon mengusulkan gagasan terbaiknya mengenai cara mencari dana
untuk memperbaiki jalan. Masalah jalan rusak itu pada akhirnya menjadi isu
penting dalam kampanye walikota, dan hal itu semata-mata disebabkan karena
pemilik stasiun menginginkan perbaikan jalan dapat diselesaikan secepatnya.
"Modul Kuliah Komunikasi Massa oleh Morissan.Fakultas Ilmu Komunikasi.Universitas Mercubuana"