Analisis Perlindungan Korban Tindak Pidana Perkosaan dalam Hukum Acara Pidana
Sebagaimana telah penulis paparkan sebelumnya bahwa pembaharuan hukum pidana (penal reform) merupakan bagian dari kebijakan hokum pidana (penal policy). Hakikat pembaharuan hukum pidana menurut Barda Nawawi yaitu mengandung makna suatu upaya untuk melakukan reorientasi dan reformasi hokum pidana yang sesuai dengan nilai-nilai sentral sosiopolitik, sosiofilosofis, dan sosiokultural masyarakat Indonesia yang melandasi kebijakan sosial, kebijakan kriminal, dan kebijakan penegakan hukum di Indonesia.
Pembaruan hukum pidana harus dilakukan dengan pendekatan kebijakan (policy), karena merupakan bagian dari suatu langkah kebijakan (policy) serta dalam kebijakan itu sendiri terkandung pula pertimbangan nilai. Oleh karena itu, pembaharuan hukum pidana dapat dilihat dari dua sudut pendekatan yakni kebijakan dan nilai.
a) Pendekatan kebijakan ada tiga klasifikasi yaitu:
· Sebagai bagian dari kebijakan sosial yakni untuk mengatasi masalah-masalah sosial.
· Sebagai bagian dari kebijakan kriminal yakni upaya perlindungan masyarakat.
· Sebagai bagian dari kebijakan hukum yakni, memperbaiki substansi hukum.
b) Pendekatan nilai yakni, pembaharuan hukum pidana hakikatnya merupakan upaya melakukan peninjauan dan penelitian kembali (reorientasi dan reevaluasi), nilai-nilai sosiopolitik, sosiofilosofis, dan sosiokultural yang melandasi dan memberi isi terhadap muatan normative dan substantive hokum pidana yang dicita-citakan.
Pembaharuan hukum pidana sebagai manifestasi untuk menanggulangi tindak kejahatan harus berorientasi tidak hanya kuantitas perundang-undangannya (legal reform)melainkan berorientasi pada kualitas atau nilai-nilai extra legal masuk ke dalamnya (law reform),dengan kata lain, usaha mengurangi meningkatnya tindak pidana baik secara kuantitas maupun secara kualitas yang selama ini fokus perhatiannya hanya tertuju pada upaya-upaya bersifat teknis. Disamping itu, di dalam penegakan hukum pidana adanya pandangan bahwa, korban hanya berperan sebagai instrument pendukung dalam mengungkap kebenaran materiil yakni sebagai saksi belaka.
Konsep baru tentang tindak pidana harus dengan adanya kesadaran atau keinginan untuk merancang bangun ruang hukum pidana ke dalam konsep monodualistik yakni perhatiannya tidak hanya kepada pelaku, namun kepada masyarakat.
Pembaharuan hukum pidana (penal reform) sebagai bagian dari kebijakan hukum pidana (penal policy) itu tidak hanya fokus pada tersangka melainkan kepada korban dan juga masyarakat luas. Oleh karena itu, dengan adanya undang-undang nomor 13 tahun 2006 tentang perlindungan saksi dan korban, khususnya apa yang tercantum pada pasal 5 angka 1 mengenai perlindungan hak-hak saksi dan korban terutama dalam hal adanya perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga, dan harta bendanya, serta bebas dari ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikannya.mendapatkan informasi berupa perkembangan kasus yang dialaminya dalam proses persidangan hingga putusan hakim dari pengadilan, mengetahui terpidana dibebaskan, dan memperoleh kompensasi, restitusi, dan jaminan atau santunan untuk kesejahteraan sosial.
Hal di atas didasari paradigma dasar bahwa korban tindak pidana perkosaan adalah pihak yang paling dirugikan, oleh karena Negara menjamin adanya perlindungan atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta hak rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat, sebagaimana diamanatkan UUD 1945 BAB XA Mengenai Hak Asasi Manusia, terutama pasal 28 G ayat (1). Oleh karena itu negara berkewajiban memberikan kompensasi dan restitusi, serta jaminan atau santunan untuk kesejahteraan sosial kepada korban tindak pidana perkosaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar